Skip to main content
Artikel

Tangkal Narkoba dengan Konsep “Molimo” Pondok Pesantren

Dibaca: 750 Oleh 06 Mar 2020Desember 21st, 2020Tidak ada komentar
Tangkal Narkoba dengan Konsep “Molimo” Pondok Pesantren
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Oleh : Prastyo Hadi Saputro, S.Kom, MM (Penyuluh Narkoba Ahli Muda Sie Cegah dan Dayamas BNN Kota Tangerang Selatan)

Pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna daerah terutama pedesaan. Ia tumbuh dan berkembang bersama warga masyarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu, tidak hanya secara kultural bisa diterima, tapi bahkan telah ikut serta membentuk dan memberikan gerak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang, figur kyai dan santri serta perangkat fisik yang memadai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan.

Kultur tersebut mengatur hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Pondok pesantren diharapkan tidak hanya berkemampuan dalam pembinaan pribadi muslim yang Islami, tetapi juga mampu mengadakan Perubahan dan perbaikan sosial kemasyarakatan. Pengaruh pesantren sangat terlihat positif bila alumnusnya telah kembali ke masyarakat dengan membawa berbagai perubahan dan perbaikan bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.

Pada era globalisasi ini, pesantren dihadapkan pada perkembangan masalah yang sangat pesat, sehingga pesantren dituntut untuk harus bisa mengantisipasi perkembangan tersebut. Jika tidak, maka pesantren akan berada pada posisi yang tersisih. Bertolak dari hal tersebut, pesantren kini tidak harus memfokuskan perhatian pada lembaga pendidikan agama saja, melainkan juga harus mengembangkan fungsi dan perannya dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat yang mengalami krisis moral dan cenderung berbuat kriminal, mengidentifikasikan kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap ajaran agama, sehingga keadaan demikian itu mereka anggap sebagai hal yang wajar terjadi.

Faktor lingkungan dapat menjadi fenomena yang baik dan buruk yang dapat menjadi faktor kriminogen, yaitu faktor yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya kejahatan tidak terkecuali penyalahgunaan narkotika yang pengguna nya apabila sudah ketagihan maka menjurus kepada tindakan kriminal seperti mencuri, merampok, dll.

Penyalahgunaan narkotika yang terjadi itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, terdapat dua faktor yang dominan terhadap diri seseorang, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika dari dalam diri sendiri, seperti didorong rasa keingintahuan, ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional. Sedangkan faktor lainnya adalah faktor eksternal. Salah satunya adalah dikarenakan takut dikatakan pengecut “tidak jantan” dan takut diasingkan oleh teman-temannya.

Dua faktor yang mendorong remaja menyalahgunaan narkotika adalah disebabkan karena tidak menghayati dan meyakini ketentuan agama, kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh lingkungan dan teman untuk turut mencoba pengalaman baru yang digambarkan sangat menyenangkan. Penyalahgunaan narkotika akhir-akhir ini bertambah gawat secara global dan sudah mencapai keadaan serius di Indonesia. Jika pemerintah tidak waspada dan tidak segera menanggulanginya untuk masalah ini dapat membahayakan pelaksanaan pembangunan nasional.

Merebaknya narkoba merupakan akibat yang lahir karena tatanan masyarakat tidak didasarkan pada Islam, ideologi kapitalisme-sekulerisme,yang membuat masyarakat ini menjadi bobrok moralitasnya. Dengan demikian ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam penanggulangan narkoba antara lain:

1. Melalui pendidikan Islam sejak dini

Pembinaan generasi muda harus dilakukan sejak dini karena merupakan unsur pokok yang menjadi kebutuhan spiritual bagi umat Islam yang menjadikan generasi yang mampu membentengi diri sendiri dari virus narkoba atau lainnya yang akan membahayakan kehidupannya.

2. Pendidikan di lingkungan keluarga

Rumah tangga adalah unit terkecil dalam kelompok masyarakat, yang merupakan tempat tinggal pasangan suami istri dimana anak-anak dilahirkan dan dibesarkan, di sinilah tempat pertama kali bagi anak-anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai agama sejak dilahirkan.

3. Pendidikan Agama Islam bagi Anak-anak Sekolah

Anak-anak usia pra sekolah tahun atau disebut balita sudah perlu dididik agama secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan. Anak-anak usia balita sudah diperkenalkan Allah SWT dan beberapa hal yang ghaib lainnya secara bijaksana, bersamaan dengan ibu, mereka harus dibimbing untuk melakukan ibadah dan mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari secara riil dan kontinyu.

4. Melalui Pendidikan Agama di Sekolah

Sekolah adalah tempat guru mengajar dan murid belajar sehingga terjadi proses belajar mengajar dan terciptalah masyarakat belajar yang bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membentuk kepribadian, pengetahun, ketrampilan anak didik yang kelak akan tumbuh menjadi manusia seutuhnya.

Dalam kisah penyebaran Agama  Islam di tanah Jawa, ada yang mengenal konsep “molimo” yang merupakan salah satu ajaran yang dibawakan oleh salah satu tokoh penyebar Agama Islam di Indonesia , khususnya di pulau jawa. Beliau adalah Sunan Ampel. Nama asli beliau adalah Raden Rahmat. Di daerah Ampel Denta, Surabaya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren untuk menyebarkan Agama Islam pada masyarakat Indonesia yang notabene, pada saat itu masih kental dengan ajaran Hindu-Budha yang lebih dahulu masuk ke Indonesia.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Pada saat menyebarkan agama Islam, ada salah satu ajarannya yang terkenal adalah ajaran Molimo, “mo” yang berarti moh atau tidak dan limo yang berarti lima, tidak melakukan lima pantangan. Kelima ajaran itu adalah moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon, yakni seruan untuk tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkoba, dan tidak berzina. Ajaran ini  dikhususkan kepada kaum lelaki yang ingin mencapai hidup dalam damai di dunia maupun di akhirat.

Konsep Molimo dapat diterapkan dalam penanggulangan narkoba dengan menggabungkan dengan metode studi kasus dan metode pembiasaan yang meliputi: Sholat, membaca al-Qur’an, metode wirid, metode sorogan, dan metode kebebasan.

Latar belakang pesantren yang paling penting diperhatikan adalah peranannya sebagai transformasi kultural yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat yang agamis.  Jadi, pesantren sabagai jawaban terhadap panggilan keagamaan, untuk menegakkan ajaran dan nilai-nilai agama melalui pendidikan keagamaan dan pengayoman serta dukungan kepada kelompok-kelompok yang bersedia menjalankan perintah agama dan mengatur hubungan mereka secara pelan-pelan sehingga segala jenis hambatan seperti penyalahgunaan narkoba dapat teratasi.

 

Daftar Pustaka :

  • Dedy Prastyo, 2012. Menirukan Perilaku Limo dalam Ajaran “Molimo” Sebagai Penyemangat Hidup, http://cakpras.blogspot.com. Diakses tanggal 28 November 2014 pukul 20.00 WIB
  • Nur Khamim , 2018. Pondok Pesantren Dan Penanggulangan Narkoba Di Indonesia. Sekolah Tinggi Agama Islam Daruttaqwa (STAIDA) Gresik E-mail: pai@yahoo.com
  • Dep. Agama RI, 1928/1983, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren.Proyek Pembinaan dan bantuan pada Pondok Pesantren, Jakarta

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel